Taubat

Taubat menurut bahasa berarti kembali. Sedangkan menurut agama, taubat memiliki arti kembali kepada jalan yang benar, mengerjakan perbuatan baik dan meninggalkan kejahatan dan dosa.Pada dasarnya , manusia adalah makhluk yang suci dan bersih. Akan tetapi , karena perbuatannya sendiri maka ia terjerumaus dalam lembah dosa.Manusia memang tidak terlepas dari kesalahan dan dosa, tetapi dengan bertaubat terhadap perbuatan salalah dan dosa yang dilakukannya, akan mengembalikan manusia kembali kepada kesuciannya.

Ketika seseorang berbuat salah dan dosa, maka fitrah atau kesuciannya akan tercemar. Diibaratkan sebuah cermin yang bening, maka kesalahan dan dosa yang dilakukannya itu laksana debu yang menembpel pada cermin.Jika tidak dibersihkan, laka lambat laun  debu atau kotoran itu akan berkarat yang tentunya akan sukit untuk dihapuskan. Karena itulah , ketika da debu atau kotoran meskipun sedikit, hendaknya debu atau kotoran tersebut di hapuskan dengan bertaubat kepada Allah SWT. Dalam suatu hadist, Rasulullah SAW bersabda: “Setiap Bani Adam itu bersalah dan berdosa, dan sebaik -baik orang yang bersalah ialah mereka yang bertaubat”.

Taubat yang di maksud tentunya adalah taubat yang sesungguhnya (taubatan nasuha), bukan sebatas di lisan tetapi tetap melakukan kesalahan dan dosa- d0sa yang sama. Orang yang melakukan hal ini , maka digolongkan sebagai orang yang mengejek atau menghina Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:”Orang yang mohon ampunan dengan lisan sedang dia terus menerus berbuat dosa, seperti mengejek Tuhannya”.

Taubat yang sebenarnya (taubatan nasuha) memerlukan beberapa syarat, dianataranya yaitutaubat itu hendaknya bertitik tolak dari pengetahuan, yaitu mengetahui bahwa dia telah bersalah melakukan perbuatan dosa. Dia mengetahui bahwa perbuatan dosa yang telah dilakukannya akan mendatangkan bahaya bagi dirinya, tidak hanya didunia tetapi juga di akhirat. Dengan mengetahui hal itu, maka akan muncul rasa penyesalan dalam dirinya.                                Menyesali semua perbuatan dosa yang dilakukannya baik yang disengaja maupun tidak, tentunya akan memunculkan rasa kesadaran dalam dirinya. Kesadaran inilah yang akan mengantarakannya ke pintu taubat dan kebulatan tekad untuk kembali kepada jalan yang benar, sehingga tertanam dalam hati untuk tidak mengulangi kesalahan atau dosa yang sama.

Selanjutnya jika kesalahanitu berhubungan dengan sesama manusia (huquq al -‘adami), misalanya mencuri harta, menganiayam, mencaci maki dan merusak nama baik orang lain, menggunjing  dan lainnya, maka hendaklah diselesaikan dengan cara yang wajar, dalam arti dapat diterima oleh keduanya.Jika persoalannya adalah hutang, maka hendaknya dibayar  atau dimintakan kerelaan dari yang bersangkutan untuk mengikhlaskannya.Begitu juga dengan kesalahan -kesalahan yang lain, maka harus diselesaikan dengan orang yang bersangkutan.Jika orang tersebut telah memaaafkan , maka barulah ia terbebas dari dosanya kepada manusia.

Dalam  Ihya Ulumuddin, Al-Ghazali mebagi orang0-orang yang bertaubat kepada empat tingkatan, yaitu:

Tingkat pertama adalah orang yang telah bertaubat dan selalutetap menempuh jalan yang baik sampai akhir hayatnya. Hatinya tidak pernah teringat dan tergerak untuk mengulangi perbuatan dosa  dimasa launya. Inilah yang disebut dengan istiqamah, konsisten dalam taubatnya. Taubat yang semacam inilah yang dinamakan  taubatan nasuha, dan jiwa orang yang melakukannya telah sampai ke tingkat jiwa yang tenang, yang disebut Nafsu Muthmainnah (jiwa yang tenang). Dalam surat At-Tahrim ayat 8, Allah SWT berfirman :”Hai orang- orang yang beriman! bertaubatlah dengan sebenarnya (taubatan nasuha) mudah- mudahan Tuhan kamu menghapuskan kesalahan kamu dan memasukkan kamu ke dalam surga yang mengalir sungai- sungai didalamnya……………..”(   Qs At- Tahrim: 8).

Tingkat kedua ialah orang bertaubat yang telah menempuh jalan istiqomah untuk memperbaikai dirnya , tetapi dia terkadang tidak bisa menahan dirinya dari ketertarikan untuk berbuat dosa karena dipengaruhi oleh lingkungannya. Meskipun demikian, setiap dia berbuat dosa , dia segera mencela dirinya dan menyesali perbuatannya. Jiwa orang seperti ini dinamakan Nafsul Lawwamah (jiwa yang suka mencela) karena mencela dirinya yang telah terdorong mengerjakan perbuatan dosa.

Tingkat ketiga, yaitu orang yang telah bertaubat tetapi kemudian dikuasai oleh hawa nafsu sehingga dia terjerumus untuk berbuat dosa kemabli. Meskipun demikian , ia tetap mengerjakan perintah Allah. Jiwa orang ini dinamakan Nafsu Musawwilah (jiwa yang pandai menipu).                   Tingkat keempat adalah orang yang telah melakukan taubat tetapi kemudian melakukan kembali perbuatan maksiat dan dosa yang pernah dilakukannya. Ia selalu mengikuti kata hatinya untuk berbuat dosa sehingga lalai terhadap peringatan Tuhan. Jiwa orang ini disebut Nafsu Amarah (jiwa yang suka menyuruh berbuat kesalahan).

Dengan bertaubat dari segala dosa yang dilakukan, akan mengantarkan orang yang melakukannya kepada kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.Secara psikologis, orang yang bertaubat setelah melakukan perbuatan dosa akan merasakan ketenangan batin. Sebab , dia tidak akan di kejar lagi oleh bayangan dorsa dari perbuatan yang telah dilakukannya. Dalam kehidupan ini , banyak sekali kita lihat adanya orang- orang yang tertekan dan mengalami keguncangan jiwa yang pada akhirnya membuat dirinya gila, atau bahkan ironisnya adalah bunuh diri karena dikejar oleh bayangan dan ketakutan akan dosa yang telah dilakukannya. Orang yang seperti ini , tidak akan merasakan ketenangan batin dan kebahagiaan hidup selama ia belum bertaubat dari segala kesalahannya.

Karena itulah, Rasulullah SAW  mengajarkan kepada umatnya untuk selalu bertaubat manakala melakukan kekhilafan. Bahkan Rasulullah SAW sendiri yang telah di jamin kesuciannya (ma’sum) selalu bertaubat setiap hari. Dalam suatu hadist dikatakan:”Demi Allah, sesungguhnya aku membaca istighfar (minta ampun) dan bertaubat kepada Allah tiap hari lebih dari tujuh puluh kali “. ( HR.Bukhari).

Didalam kitab Durratun Nasihin dikisahkan bahwa dikalangan Bani Israil ada seorang laki-laki yang telah menyembah kepada Allah selama dua puluh tahun dan kemudian mendurhakai Allah selama  dua puluh tahun juga.Pada suatu hari dia bercermin dan melihat didagunya terdapat jenggot yang sudah putih .Maka dia merasa gelisah, hatinya resah. Ia sangat khawatir jika dirnya akan mati dalam keadaan berdosa karena durhaka kepada Allah. Ia lalu berkata: ” Tuhanku, akau telah taat kepada-Mu selama dua puluh tahun, kemudian mendurhakai-Mu selama dua puluh tahun, maka jika aku kembali kepada-Mu, apakah Engkau akan terima?”

Kemudian dia mendengar suara: “Engkau telah mencintai Aku, maka Aku pun mencintaimu. Engkau telah meninggalkan Aku, maka Akupun meninggalkanmu. Dan engkau telah mendurhakai-  Ku, maka Aku tunda siksamu. Jika engkau kemabli kepada-Ku, tentu akan Aku akan terima.”                     Setelah medengar suara tersebut, laki- laki itu lantas bertaubat dan memohon ampun kepada Allah atas semua kedurhakaan yang telah dilakukannya. Dan setelah itu , ia pun meninggal dunia dalam keadaan suci.

Orang yang berbuat dosa sebesar apapun dan ingin bertaubat dengan sungguh- sungguh , selama nyawa masih dikandung badan akan tetap diterima dan diampuni oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda : “Sesungguhnya Allah SWT menerima taubat hamba- Nya selam dia belum sakaratul maut”.(HR.At-Turmudzi)

Dengan demikian jelaslah bahwa Allah akan selalu mengampuni hamba selama ia mau bertaubat.Yang terpenting adalah keinginan untuk selalu dekat kepada Allah dan menjauhi segala perbuatan yang dapat mejerumuskan pada dosa. Mudah- mudahan kita termasuk orang-orang yang selalu diberikan kekuatan untuk menyadari kesalahan yang telah kita perbuat dan memohon ampunan dari Allah SWT.Amien.

Tinggalkan komentar